Perempuan yang telah meranda itu sibuk mengelap tangannya yang sebenarnya tak kotor. Seakan berpikir bahwa seseorang di hadapannya mungkin akan merasa risih, atau “jijik” dengan kondisinya sebagai orang tak mampu. Sedang lawan bicaranya itu hanya terpaku, haru. Ada perasaan yang menyelinap ke sanubari lawan bicaranya itu.
Setidaknya begitu sebagian kecil dari cerita tante saya, sesaat setelah saya memintanya untuk menceritakan perihal “program kerja sama” dalam percakapan teleponnya dengan istri saya beberapa hari yang lalu.
Cerita bermula ketika saya mendengar istri teleponan dengan tante—adik ibu saya. Dari curi-curi dengar, tampaknya pembicaraan mereka cukup serius. Hmm, saya jadi pengen kepo. Tapi, saya yang saat itu sibuk dengan laptop tak terlalu menggubris, tidak juga memotong percakapan ibu-ibu dengan meminta waktu untuk ikutan bicara—walau hanya untuk menyapa.
Barulah setelah percakapan telepon itu selesai, saya “menginterogasi” si ibu negara tentang apa yang ia bicarakan dengan tante—yang sampai harus bawa-bawa nama bawang dan sembako lainnya.
Awalnya ia tak mau jujur, itu mungkin karena prinsip “tangan kanan memberi, tangan kiri tidak mengetahui”, tapi pada akhirnya ia menyerah dengan kekepoan saya yang akut dan bercerita tentang dirinya yang diajak ikut. Ikutan nyumbang untuk membelikan sembako bagi dua orang tetangga tante saya yang telah meranda dan berjuang keras untuk menghidupi anak-anaknya.
Konon dari penuturan tante, kedua tetangganya itu selama ini sudah hidup susah, jadi semakin susah sejak merebaknya wabah. Wabah Covid-19 yang telah merambah seluruh wilayah di negeri kita, Indonesia tercintah.
“Ceritakan pada saya juga” pinta saya pada tante, maka bertuturlah lisannya setelah itu.
Jadi, saya tertarik menuliskan ulang cerita itu—tentu dengan gaya bahasa saya sendiri, dan beginilah ceritanya :
Tak Hanya Saudara Dekat, Tetangga Penentu Surga dan Neraka Kita
Tak ada satu satu pun orang yang tahu dengan bagaimana kehidupan akan membawanya, bukan? Tidak saya, tidak Anda, tidak juga 2 perempuan single parent yang akan saya ceritakan setelah ini. Hebatnya, dari penuturan tante saya, meskipun kehidupan kedua tetangganya itu berjalan berat, keduanya tak pernah menunjukkan sikap mengeluh pada orang-orang yang hidup berdampingan dengannya.
Pernikahan adalah sesuatu yang amat indah, bukan? Kisah cinta dirajut, dayung biduk dikayuh, lalu Tuhan pun mengaruniakan anak-anak yang lucu-lucu—yang seyogyanya menjadi qurrota a’yun bagi orang tua dalam bahtera rumah tangga. Tapi bagaimana pun Tuhan punya rencana, kedua lelaki untuk kedua perempuan itu ternyata bukanlah lelaki yang takut akan dosa. Hingga biduk rumah tangga kedua perempuan itu menepi, ke tepian nelangsa—perceraian yang tidak bisa ditunda.
Perempuan Pertama
Saya sebenarnya tak ingin menceritakan bagian ini, karena itu terlalu pahit. Tapi mantan suaminya yang tak bertanggung jawab itu tega merudapaksa anak perempuannya sendiri hingga masyarakat menjadi murka. Anak perempuan itu kemudian “diambil” oleh masyarakat dan ditumpangkan di rumah warga. Rentetan kisah-kisah pilu yang dialaminya membuatnya untuk memutuskan mengajukan cerai kepada lelaki yang telah mempersuntingnya, dan singkat cerita bercerailah ia dengan orang itu.
Itu adalah keputusan yang berat, sungguh. Perempuan itu sebenarnya adalah perantau, sedang mantan suaminya adalah penduduk setempat. Ia rela meninggalkan kampung halamannya untuk membersamai lelaki itu dulu, tapi sekarang terlalu banyak hal yang membuatnya tertahan untuk pulang.
Alhasil ia tetap bertahan tinggal di tanah orang, bersama dengan 6 orang anaknya. Di sebuah rumah—yang lebih tepat dikatakan gubuk, yang kerap terendam jika hujan turun dengan lebat. Rumahnya itu, pernah diajukan untuk program bedah rumah. Tapi sayang seribu sayang, program tersebut tidak bisa dijalankan lantaran ia tidak memiliki kepemilikan atas tanah itu.
Kini perempuan yang saya ceritakan ini merasa semakin sulit, di tengah kondisi ekonomi yang terus menghimpit karena imbas dari pandemi Covid. Ia telah dirumahkan dari pekerjaannya sebagai salah satu karyawan di rumah makan yang saat ini sepi pelanggan.
Dan tentu saja, ia harus berpikir keras bagaimana ia dan anak-anaknya harus makan agar mereka tak merasakan beratnya tidur dengan perut yang lapar.
Perempuan Kedua
“Sungguh besar jasa tetangga” kenang tante saya. Lisannya kembali mengaliri kata-kata tentang perempuan kedua yang akan saya ceritakan ini.
Dahulu, ketika nenek saya masih hidup, perempuan kedua ini pernah menyelamatkan almarhumah. Kala itu, nenek saya tinggal di rumah tante. Tante saya yang berprofesi sebagai guru tidak bisa menemani nenek sepanjang hari. Alhasil, ketika beliau berangkat untuk mengajar di sekolah, beliau berpesan kepada almarhumah nenek untuk tetap di dalam rumah sampai beliau pulang.
Namun nenek saya bukan tipikal orang yang betah diam tanpa bekerja, beliau memutuskan untuk keluar rumah dan mencabuti rumput di halaman. Waktu itu, karena faktor penyakit usia, nenek saya pusing dan untung saja dilihat oleh perempuan kedua, tetangga tante saya itu. Dengan bergegas ia menghampiri nenek dan mengurusnya.
Waktu itu untung saja tante saya menempel nomor telepon di pagar rumah, agar bisa dikontak jika terjadi sesuatu. Perempuan kedua itu menelepon tante saya dan mengabarkan apa yang terjadi pada nenek. Singkat cerita, ketika tante sudah pulang dan mendatangi rumah tetangganya itu, ia mendapati nenek sudah bersih dan rapi karena dirawat baik oleh tetangganya.
Masyaa Allah, setelah mendengar cerita itu, saya langsung terpikir betapa berkahnya menjaga hubungan baik dengan tetangga. Namun sayang, perempuan kedua yang saya ceritakan ini sedang mengalami kesulitan yang tak jauh berbeda dengan perempuan pertama.
Selepas bercerai dengan suaminya, ia memilih berjualan. Kebetulan di depan rumahnya ada satu sekolah dasar. Hanya saja, sekarang pemasukkannya nyaris tidak ada, semenjak Covid memaksa seisi sekolah untuk berada di rumah saja.
Hati yang Tergerak Untuk Berbagi
“Riri mau ikut nggak? Kalau beramal itu harus ngajak-ngajak” terang tante kepada istri saya dalam sambungan telepon. Ia ingin mengajak si ibu negara untuk ikut menyumbang agar dapat meringanan beban tetangganya yang memang juga saudara kami juga—saudara seiman maksud saya.
Dan ternyata, tante saya tak hanya mengajak istri saya, ia juga mengajak salah seorang keponakannya, sepupu saya, untuk ikutan membantu. Selain itu, ikut serta juga seorang tetangganya yang lain untuk membantu membelikan kebutuhan sembako ke pasar. Dari tetangga inilah kami mendapat informasi bahwa ternyata salah seorang dari 2 perempuan yang saya ceritakan tadi hanya punya 15 ribu untuk bertahan hidup bersama anak-anaknya.
“Ya Allah, 15 ribu kalau dibelanjakan dapat apa?” ucap batin saya.
Alhasil, berkat kerja sama 2 orang tetangga—tante saya dan tetangga samping rumahnya—kedua perempuan tadi terbantu untuk kebutuhan hariannya. Tak cuma itu, masih ada sekian ratus ribu uang tersisa dari donasi sepupu saya tadi yang kemudian diserahkan kepada keduanya.
Di depan rumah tante saya, beliau dan kedua perempuan itu bertemu. Raut gembira tampak di wajah mereka. Salah satu dari dua perempuan yang telah meranda itu bahkan sibuk mengelap tangannya yang sebenarnya tak kotor. Seakan berpikir bahwa tante saya yang di hadapannya mungkin akan merasa risih, atau “jijik” dengan kondisinya sebagai orang tak mampu. Sedang si tante hanya terpaku, haru. Ada perasaan yang menyelinap ke sanubarinya.
Memang, apa yang bisa ia dan tetangganya lakukan untuk membantu tetangga mereka barangkali tidaklah seberapa, tapi dengan itu nilai hangat persaudaraan bisa tetap terjaga. Tak ayal lagi, ada sebuncah berkah yang menyeruak dari usaha itu. Bagaimana pun itu adalah skenario Allah untuk mengingatkan kita bahwa di setiap harta yang Dia karuniakan kepada kita, ada hak saudara atau tetangga kita di dalamnya.
“Kalau begitu, minta saya nomor rekening. Saya mau ikut bantu juga” pinta saya kepada tante, tak ingin kalah dalam ajang fastabiqul khairat ini.
Tapi omong-omong, kenapa sih kita mesti berbuat baik dengan tetangga?
Tetangga Dapat Menjadi Kunci Kehidupan Akhirat Kita
Jika tadi saya menceritakan kisah nyata di zaman kekinian, izinkan saya menukil beberapa dalil yang agaknya bisa menguatkan kita bahwa menebar kebaikan dan menjalin hubungan baik dengan tetangga merupakan kewajiban kita.
Adalah malaikat Jibril ‘alaihissalam yang kerap mengingatkan Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam tentang pentingnya menjaga tentangga. Hingga Rasulullah dalam sebuah hadits shahih bersabda: “Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris” [1]
Hadits tadi bukan berarti mengatakan bahwa tetangga punya hak waris, melainkan Rasulullah sampai beranggapan bahwa akan turun wahyu tentang hak waris tetangga atas tetangganya saking seringnya malaikat Jibril mengingatkan beliau tentang itu. Itu berarti mengisyaratkan bahwa kedudukan tetangga itu sangat penting, bukan?
Tak hanya hadits di atas, masih banyak dalil lainnya tentang anjuran berbuat baik dan menebar kebaikan pada tetangga. Seperti sebuah hadits lainnya yang berbunyi : “Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” [2]. Senada dengan itu, ada hadits lainnya yang berkaitan dengan ini :
“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik” [3].
Beberapa hadits di atas dengan terang menjelaskan bahwa tetangga kita punya hak terhadap kita. Tak hanya tetangga yang beragama Islam, tetangga non-muslim pun punya hak dari kita tetangganya. Hal ini dicontohkan oleh salah seorang sahabat Rasulullah saw. yaitu Abdullah bin ‘Amr Al Ash radhiyallahu ‘anhu.
“Beliau menyembelih seekor kambing. Beliau berkata kepada seorang pemuda: ‘Akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’. Pemuda tadi berkata: ‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang Yahudi?’. Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda ‘Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapatkan bagian harta waris’.” [4]
Selain memerintahkan kita memberikan bantuan pada tetangga, Rasullulah juga tidak menyukai orang yang berbuat jahat terhadap tetangganya, ini diterangkan oleh sebuah hadits:
“Wahai Rasulullah, si Fulanah sering shalat malam dan puasa. Namun lisannya pernah menyakiti tetangganya. Rasulullah bersabda” ‘Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka’” [5]
Sungguh pentingnya kedudukan tetangga, hingga mereka dapat menjadi penentu surga atau neraka kita.
Namun nyatanya, Islam tak hanya menyuruh kita menebar kebaikan pada tetangga saja, tetapi juga saudara kita lainnya, baik sesama muslim atau pun non-muslim yang kita dipersaudarakan dalam kemanusiaan.
Berbuat baik juga tak mesti di daerah sendiri, pasalnya mungkin saya tetangga dan orang di sekitar kita tinggal sudah mendapatkan uluran tangan dari tetangganya yang lainnya.
Tapi bagaimana dengan “tetangga” kita yang berjauhan?
Saudara kita di daerah tetangga misalnya, yang tetangga sekitar rumahnya mungkin sama sulitnya dengan dirinya. Lalu, mungkin saja mereka sama atau jauh lebih sulit kehidupannya dari dua perempuan yang saya ceritakan tadi.
Mereka semua itu perlu uluran tangan kita, bukan?
Dan kabar baiknya, berbagi kebaikan pada siapapun dan di manapun sekarang ini bukanlah hal yang sulit, karena ada Dompet Dhuafa yang siap menjadi perpanjangan tangan kita.
Meluaskan Tebaran Kebaikan Bersama Dompet Dhuafa
Dikutip dari Wikipedia, Dompet Dhuafa bermula dari keprihatinan pimpinan Harian Umum Republika saat itu, Parni Hadi, terhadap beratnya perjuangan dakwah para aktivis dakwah di Gunul Kidul, beliau mendapatkan ide untuk membantu mereka. Sepulangnya dari sana, sebuah rubrik bertajuk “Dompet Dhuafa” muncul di halaman muka Harian Umum Republika pada tanggal 2 Juli 1993.
Adapun rubrik atau kolom tersebut digunakan untuk mengajak pembaca untuk ikut serta dalam gerakan peduli yang diinisiasi oleh Harian Umum Republika. Ternyata kolom itu mendapatkan sambutan yang luar biasa dengan terkumpulnya uang mencapai 300 juta rupiah pada akhir tahun pertama. Keberhasilan itu mendorong diresmikannya Dompet Dhuafa dan memisahkan diri dari Harian Umum Republika pada 14 September 1994 dengan 4 orang pendirinya yaitu Parni Hadi, Haidar Bagiq, Sinansari Ecip dan Erie Sudewo. [6]
Berpuluh tahun telah berlalu hingga saat ini, dan Dompet Dhuafa semakin eksis dengan 28 cabang yang tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga ada cabang di luar negeri.
Saya pribadi yang tinggal di Padang pernah ikut langsung dalam agenda yang diadakan Dompet Dhuafa Sumbar (Dompet Dhuafa Singgalang). Waktu itu saya diajak untuk mampir dan melihat kegiatan di Rumah Singgah Pasien. Kepala cabang DD Singgalang saat itu menjelaskan tentang apa-apa saja program yang diadakan oleh Dompet Dhuafa. Dan ternyata banyak program yang diadakan oleh Dompet Dhuafa di pilar-pilar utama program mereka.
5 Pilar Program Utama Dompet Dhuafa
Sebagai lembaga sosial yang memiliki visi untuk mewujudkan masyarakat dunia yang berdaya melalui pelayanan, pembelaan dan pemberdayaan berbasis pada sistem berkeadilan, Dompet Dhuafa merancang berbagai program kerja yang bermuara pada 5 pilar program utama. Pilar-pilar tersebut adalah sebagai berikut:
Pilar Pendidikan. Dompet Dhuafa memiliki komitmen yang tinggi dalam menyediakan akses pendidikan yang seluas-luasnya untuk kaum dhuafa atau kaum yang kurang mampu secara finansial. Berbagai program dilakukan di bawah pilar pendidikan ini, salah satunya adalah Beastudi Indonesia yang diawali dengan program Beastudi Etos pada tahun 2003. Beberapa teman dan kenalan saya di kampus dulu adalah penerima manfaat dari Beastudi Etos tersebut. Beberapa dari mereka juga pernah menjadi pembina atau pendamping di asrama Etos.
Pilar Kesehatan. Pada pilar ini Dompet Dhuafa mendirikan berbagai lembaga kesehatan dengan tujuan untuk melayani seluruh mustahik (orang yang berhak menerima zakat) dengan sistem yang mudah dan terintegrasi. Salah satu program di pilar ini adalah Rumah Sehat Dhuafa, yaitu beberapa rumah sakit yang dikelola oleh Dompet Dhuafa.
Pilar Ekonomi. Dompet Dhuafa juga ikut serta memberdayakan masyarakat dengan basis potensi daerah untuk mendorong kemandirian umat. Adapun salah satu contoh programnya adalah Pengembangan Keuangan Mikro Syariah yang bertujuan untuk menunjang usaha anggota kelompok melalui program Baitul Mal wa Tamwil.
Pilar Sosial. Berbagai program juga diusung oleh Dompet Dhuafa untuk merespon dan membantu permasalahan masyarakat dengan cepat. Seperti memberikan bantuan hukum melalui Pusat Bantuan Hukum (PBH), program Tebar Hewan Kurban (THK) dan sebagainya.
Pilar Dakwah & Budaya. Pada pilar kelima ini berbagai program diadakan oleh Dompet Dhuafa untuk menyokong kegiatan dakwah dan budaya di tengah masyarakat. Sebagai contoh program Corps Da’i Dompet Dhuafa, Pengembangan Seni dan Budaya Kampung Silat Jampang dan sebagainya.
Lebih lengkap tentang progam di 5 pilar program utama ini saya lampirkan di bawah nanti ya.
Namun, yang mungkin jadi pertanyaan Anda, dari mana Dompet Dhuafa mendapatkan dana untuk menyelenggarakan semua program-program mereka?
Dikutip dari Laporan Tahunan 2018 Dompet Dhuafa, total uang yang berhasil dihimpun pada tahun 2018 mencapai 325,2 miliar rupiah, dengan porsi terbesar dari zakat yakni 48%. Sementara itu, jumlah penyaluran yang berhasil dilakukan pada tahun tersebut adalah 276,29 miliar atau setara 84,95%. Merujuk pada Allocation to Collection Ratio (ACR) dalam Zakat Core Principle, kinerja tersebut dianggap efektif.
Selain menghimpun dana dari zakat, Dompet Dhuafa juga menghimpun dana dari produk ZISWAF lainnya yaitu infak, sedekah dan wakaf serta donasi umum. Dana yang terhimpun dari semua itulah yang digunakan untuk membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan.
Tapi sayang….
“Sayang apanya?”
Sayangnya dana yang terhimpun hingga ratusan miliar itu hanya sedikit jika dibandingkan potensi zakat di Indonesia. Berdasarkan publikasi BAZNAS yang bertajuk “Outlook Zakat Indonesia 2019”, potensi zakat di Indonesia mencapai 217 triliyun rupiah, hanya saja yang berhasil terkumpulkan hanya sedikit. [7]
Lantas, ke mana sisanya? Sisanya belum terhimpun dengan baik. Banyak faktor yang bisa menyebabkan hal ini terjadi, salah satunya adalah kurangnya kesadaran kita untuk membayarkan zakat.
Oleh karena itu, di kesempatan ini, saya pribadi mengajak teman-teman pembaca untuk aktif dalam membayar zakat dan tentu saja juga mengkampanyekan zakat—berikut dengan produk ZISWAF—lainnya, agar semakin banyak dana yang terhimpun, semakin banyak juga saudara-saudara kita yang terberdayakan dan sejahtera.
Persoalan ke mana akan menyetor dana ZISWAF itu, tentu saja saya dan Anda bisa menghubungi teman-teman kita di Dompet Dhuafa. Agar kebaikan yang kita terbarkan dapat mejangkau lebih banyak saudara-saudara kita yang lainnya.
Jangan Khawatir, Kebaikan Berbagi Akan Kembali Pada Diri Kita Sendiri
Teman-teman pembaca yang berbahagia, meskipun kita tidak bisa memilih bagaimana dan di mana kita dilahirkan, nyatanya kita semua terlahir dalam kondisi yang sama, bukan? Maksud saya, kita semua lahir dengan tanpa membawa apa-apa. Gak ada tuh bayi yang lahir dengan bercincin atau berkalung emas, semuanya polos.
Sebagaimana setelah itu kita tumbuh dari anak yang polos dan terus berkembang hingga menjadi kita yang sekarang. Adapun kelebihan harta atau finansial yang kita miliki, selain sudah ditakdirkan oleh Yang Maha Memberi Rezeki, nyatanya semua itu hanya titipan. Dan dari titipan itu, ada hak-hak orang lain yang mesti kita bayarkan.
Kemudian, karena satu atau dua sebab, kita bertetangga dengan orang yang secara finansial mungkin lebih kurang dari kita—tapi bisa jadi ia lebih mulia dari kita. Dan, tak sekalipun kita dengar ia mengeluh, meski pahitnya hidup kerap kali membuatnya sayu, kuyu dan lusuh. Maka sebagai tetangga yang baik kita tak perlu menunggu—menunggu ia mengadu, melainkan mesti mengambil sikap untuk menghampiri mereka dengan sebuah uluran tangan.
Lagipula, siapa yang bisa menjamin kita akan tetap berada dalam kecukupan, di sepanjang sisa kehidupan? Hei, bukankah roda itu berputar, kawan? Dan percayalah, jikapun harta kita harus berkurang karena menebar kebaikan, kebaikan berbagi akan kembali pada diri kita sendiri.
In ahsantum ahsantum lianfusikum, wa in asakstum falahaa, kata Allah subhana wa ta’ala dalam surat Al Isra ayat ke 7. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejatahan) itu bagi dirimu sendiri. Artinya, kebaikan yang kita terbarkan dan tanam hari ini, akan kita panen di suatu saat nanti. Jikalah tidak di dunia, maka ia akan dibalas di akhirat dengan berlipat ganda.
Adapun keberadaan kita di sekitar tetangga yang membutuhkan adalah amanah dari-Nya, yang kelak akan dipertanggung jawabkan dan dihadiahi surga jika kita ikhlas menyantuni dan mengayomi mereka.
Lalu tentu saja, kebaikan tak bisa dibatasi hanya dengan tetangga, karena faktanya banyak saudara kita di Indonesia dan dunia yang butuh uluran tangan kita.
Jika Anda punya sebagian harta yang bisa disisihkan, tak ada salahnya untuk mendonasikan pada yang mereka yang membutuhkan, bukan? Tenang, menebarkan kebaikan sekarang sudah sangat mudah, sebab Dompet Dhuafa bisa membantu kita.
Jadi, jangan lupa untuk mengontak Dompet Dhuafa ya. Klik ini donasi.dompetdhuafa.org untuk berdonasi dan berbagi. Biar sama-sama kita raih sebuncah berkah dari berbagi dengan tetangga dan saudara-saudara kita lainnya.[]
“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”
Referensi:
[1] HR. Bukhari No. 6014, Muslim No. 2625
[2] HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 149
[3] HR. Muslim No. 4766
[4] HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad 78/105, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad
[5] HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak 7385, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad
[6] Wikipedia. Dompet Dhuafa Republika. https://id.wikipedia.org/wiki/Dompet_Dhuafa_Republika
[7] Badan Amil Zakat Nasional. Outlook Zakat Indonesia 2019.
[*] Informasi mengenai Dompet Dhuafa lainnya diperoleh dari situs resmi Dompet Dhuafa.
Sumber foto/ilustrasi:
Foto origami dari situs gambar gratis Pexels dengan editing pribadi. Vektor pada infografis adalah olahan dari koleksi pribadi dari sumber yang legal.
Semoga di bulan Ramadan ini infak dan zakat tetap tinggi, ya. Apabila tidak ada pandemi, biasanya lembaga zakat panen di bulan Ramadan ini. Semoga tetap panen juga kali ini
Jika terjadi apa-apa pada kita, seperti sakit, tertimpa musibah, dan sebagainya, memang benar, tetangga lah yang lebih dulu mengetahui. Apalagi kehidupan bertetangga di kampung, masih sangat kental semangat gotong royongnya. Semoga kedua ibu di kisah Da Fadli bisa terbantu dengan baik oleh tetangga-tetangga sekitarnya. Bukan tidak mungkin yang bersangkutan nanti juga akan mendapat santunan dari Dompet Dhuafa Sumatera Barat 😀
Terima kasih buat remindernya kakak. Selain saudara dekat, tetangga-lah, yang akan menentukan surga dan neraka.
Kata-kata itu menancap sangat. Semoga kita bisa lebih peduli lagi dengan orang-orang sekitar ya, kakak. Apalagi bersama dompet dhuafa, bisa jadi lebih mudah kalau mau membantu ☺
Tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita, sering kali lebih dekat dari pada saudara atau famili. Sudah seharusnya kita saling peduli, berbagi, dan tolong menolong.
Dulu kita punya tradisi gotong royong yang kini mulai hilang ditelan oleh budaya yang semakin egois.
Semoga Dompet Dhuafa ini berhasil menghidupkan kembali budaya saling berbagi ini.
Yes.. Tetangga adalah orang lain rasa saudara.. Kudu menjaga hubungannya baik. Apalagi buat yang Anak rantau…
berbagi kebaikan melatih kita untuk punya rasa peka ya kak apalgi terhadap tetangga yg membutuhkan semoga apa yg kita lakukan menjadi ladang pahala yg di ridhoi Allah SWT Amin YRA
Kadang kesulitan tetangga juga jadi ujian bagi yg punya kelebihan rejeki. Mari gerakan kebaiakan berjamaah.
Setelah saudara tetangga adalah yang terdekat untuk kita menebar kebaikan ya bang, mulai dari berbagi masakan, kue dan lain-lain pun biasanya tetangga lebih dulu. Takjub dengan kisah yang abang angkat tentang 2 orang hebat semoga Alloh melimpahkan keberkahan dan kesehatan ya aamiin Ya Alloh.
Dompet Dhuafa sebagai salah satu penyalur yang amanah ya dalam menebar kebaikan berbagi dari umat untuk umat. Semoga kebaikan berbagi menjadi karakter setiap pribadi aamiin.
Benar sekali, kalau ada tetangga yang sedang susah maka selayaknya mereka yang kita dahulukan dalam memberikan bantuan.
Betul uda, dalam sedekah, tetangga disebut lebh dahulu sebelum sedekah ke teman dan hamba sahaya. Karena tetangga adalah saudara palig dekat dengan kita kata ayahku
Tetangga adalah orang pertama yang tau saat kita dalam keadaan susah. Kepada siapa lagi kita kan minta tolong kalau bukan ke tetangga. Jadi saat kita sedang bahagia atau ada rezeki lebih, sewajarnya tetangga juga bisa ikut merasakan. Apalagi yang sedang kesusahan.
Semoga kita diberi kelimpahan rezeki agar bisa berbagi lebih banyak kepada tetangga.
Betul gan, tetangga adalah saudara terdekat kita. Jadi kita harus saling berbagi dengan mereka, karena apabila kita sedang kesusahan pastilah mereka dulu yang akan membantu kita, begitupun seballiknya.
Bener banget. Tetangga ini salah satu orang yang haknya besar. Hak untuk hidup nyaman, tidak disakiti, dan jelas kalau ada tetangga kita yang kelaparan terus kitanya ngga peduli, kayaknya patut dipertanyakan hatinya. Terimakasih atas tulisannya, jadi pengingat untuk diri sendiri.
Benar bg, bantulah orang yg dekat dulu dwngan kita. Tetangga, sering kali di abaikan, apalagi skrg kan jarang yg kenal dengan tetangga.
Dompet dhuafa saya kenal sejak lama. Memang terbaik dan mengerti memfasilitasi kebutuhan kita untuk berbuat baik.
Bener deh, jangan sampai membiarkan tetanggamu mati kelaparan.. Yang patut di bantu teelebih dahulu adalah saudaea dan tetangga
Sepakat jangan kuatir berbagi itu akan kembali kenaikannya pada kita. Karena itu kudu berbuat baik dgn org disekeliling kita, terutama tetangga.
Tetangga adalah saudara terdekat ya, kalau butuh sesuatu yang duluan kita minta bantuan ke tetangga..
Ini bener bgt.. Tetangga emang sodata terdekat kita..
Bahkan org pertama yang bisa cepat membantu kita kalau ada apa2.
Sudah selayaknya kitapun dekoat dan membantu tetangga yg butuh bantuan kita..
Haru banget membaca cerita perempuan yang pertama…
Ya Allah, ada saja suami yang tidak bertanggung jawab. Menelantarkan istri yg rela meninggalkan keluarganya.
Tetangga penentu surga dan neraka kita yah tapi banyak nih di lingkungan yang justru sering ribut dengan tetangga karena yah itu saling mau menang sendiri. Hmm,padahal menebar kebaikan gini penting banget yah,berbagi rezeki dan mendapat berkah kepada sesama. Btw,Dompet dhuafa ini memang udah lama banget dikenal,bagus untuk wadah menyalurkan rezeki yang dimiliki.
Ya Allah menetes air mata saya membaca kisah dua perempuan tetangga tersebut. Salut untuk tante yang telah mengkoordinir bantuan untuk mereka berdua
Tetangga memang saudara terdekat meski tak sedarah. Menebar kebaikan memanglah harus dimulai dari yang dekat
Setuju pake banget. Kita harus erat dengan tetangga. Tetangga adalah social capital yang besar. Kek sekarang, aku beli takjil selali ke tetangga sjaa. Ga peelu jauhjauh
Ngeri juga cerita perempuan pertama. Ngelus dada.
Semoga banyak berkah bagi yang sudah berbagi kebaikan. Aamiin
Tak hanya berbagi pada tetangga, berbagi pada sesama di penjuru Indonesia dan dunia..sekarang dimudahkan dengan adanya Dompet Dhuafa. Mudah dan berkah, Insya Allah
Tetangga adalah saudara terdekat kita, karena kalau ada suatu hal, tentu tetangga dulu yang akan membantu kita.
Semoga kita bisa terus menebar kebaikan dengan sesama. Aamin.
Reminder buat semua ya, termasuk saya. Berbagi bisa ke siapa aja, termasuk orang terdekat seperti tetangga, saudara atau sebelah rumah, eh ini tetangga juga ya, wkwkwkwk…
sepakat dengan artikel ini. kadang masih banyak yang belum bisa berbuat dengan tetangga, jangankan saling berbagi kebaikan dengan tetangga, kenal saja kadang tidak. semoga kita tidak demikian
Terharu sekali dengar ceritanya. Tetangga2 seperti itu mungkin ada saja di dekat kita tapi mereka tdk bilang karena tdk ingin memberatkan yg lain. Boleh juga ditiru programnya agar bs membantu mumpung mampu.
Memang program dari dompet dhuafa sangat bagus-bagus. kita sebagai generasi muda harus mendukungnya apalagi untuk orang yang sangat membutuhkan terlebih saat pandemi corona seperti ini
(BeHangat.Com)
Mengajak kepada hal yang sangat baik, memberi informasi mengenai Zakat, infaq, sodaqoh, dan wakaf kepada masyarakat awam mengingatkan sesama manusia bahwasannya ada hak yang harus diberikan kepada yang berhak. Bersilaturahim sesama manusia yang kita jumpai. Menggalang dana untuk membantu sesama manusia.
Alhamdulillah. Setuju sekali, Uda. Tetangga sering kali terlupakan saat kita sedang memiliki rezeki lebih, atau sering kali kita kurang peduli terhadap mereka, padahal bisa jadi mereka sedang membutuhkan bantuan kita. Semoga tulisan Uda menjadi inspirasi bagi para pembaca untuk selalu #MenebarKebaikan kepada tetangga-tetangga dan sesama di mana pun berada.
Salam hangat.
Aamiin ya Rabb, meskipun tidak keluar rumah, berzakat bisa dari ponsel masing-masing ya, Mas
Benar banget Uni, di kampung nuansa solidaritasnya lebih kentara, mungkin karena memang sering berjumpa, kalau di kota seringnya warga sibuk dengan pekerjaannya. Aamin ya Rabb, bisa diusulkan sebenarnya ke DD Sumbar kalau ada tetangga yang membutuhkan
Memang jalan kehidupan kita tidak ada yang tahu ya Mas, cuma yang paling penting adalah tetap berusaha melakukan yang terbaik
Kayaknya faktor kesibukan jadi salah satu hal yang membuat masyarakat kita menjadi semakin egois, Mas, cuma kalau memang sibuk masih bisa menebar kebaikan dengan bantuan lembaga-lembaga seperti Dompet Dhuafa salah satunya.
Bener banget Bang, ujiannya apakah kita mau mengulurkan tangan atau tidak dengan temuan itu
Semakin kita sering berbagi, semakin tumbuh sikap empati ya, Mbak
Iya Mbak, di beberapa kondisi bisa saja tetangga jadi orang yang paling peduli dengan kita.
Aamiin, semoga Dompet Dhuafa semakin baik dalam melayani ummat
Aamiin ya Rabb. Semoga kita bisa menjadi tetangga yang baik bagi tetangga kita ya Mbak
Terima kasih kembali, Mbak. Terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk mampir dan berkomentar 😀
Jadi memang sebelum kita berpikir membantu lebih banyak orang, kita perlu lihat apa ada tetangga yang bisa dibantu dulu ya, Bang
Ya, Mas. Reminder banget, terutama bagi saya yang menulisnya, hhe
Kalau dibaca sejarahnya, Dompet Dhuafa memang salah satu lembaga filantropis yang sudah dewasa dan berpengalaman Mbak
Dan mungkin masih ada tetangga-tetangga kita lainnya yang punya kesulitan yang saya atau bahkan lebih sulit ya Mbak
Iya Mas, Mbak. Sebenarnya mereka butuh bantuan, tapi seringkali segan untuk merepotkan. Akhirnya kita jualah yang mesti lebih dulu peka dan memberikan uluran tangan
Karena sejatinya setiap manusia tidak bisa hidup sendiri ya Mas
Aamiin ya Rabb, terima kasih sudah mampir ke blog saya ya Da Firman 😀
Jangan sampai mbak, pertanggung jawabannya di akhir kelak berat. Tetangga yang butuh bantuan di sekitar kita itu sejatinya adalah amanah yang diberikan Tuhan pada kita
Iya Mbak, kalau tidak sekarang, mungkin di waktu yang akan datang. Balasan kebaikan juga banyak jenisnya, bisa jadi kelapangan hidup, kemudahan urusan dan sebagainya
Iya Mbak, alhamdulillah. Semoga berkah.
Aamiin ya Rabb, terima kasih sudah mampir Mbak
Enak juga ya Mas, saling membantu dan bekerja sama, memakmurkan tetangga, hhe
Benar Mbak Icha, saya setuju banget nih
Aamiin ya Rabb, semoga Allah jaga kita semua dalam lindungan-Nya
Iya Mas, mari kita dukung bersama dengan berdonasi atau membantu mengabarkan program-program yang mereka usung
Setuju banget dengan prinsip memberi tangan lain tidak perlu tahu…. Ya ampun saat seperti ini 15k itu hanya bisa beli beras sekilo doang… Macam mana nak bertahan ya… Memang kita harus saling bantu membantu kepada saudara yang membutuhkan, khususnya orang yang paling dekat dengan kita… yakni tetangga kita.. suka sama prinsip hidupnya mas bro satu jni