Belakangan ini istri saya jadi nyinyir bicara tentang rumah impiannya. Memang sih tidak ada yang salah dengan itu, melewati 8 bulan usia pernikahan kami, urusan memiliki rumah sendiri–tidak mengontrak lagi–memang perlu direncanakan. Yah, paling tidak bisa mulai menabung untuk membeli sebuah rumah kecil untuk keluarga kecil.
“Pokoknya nanti itu aku maunya rumah kita minimalis dan sederhana saja. Luarnya sederhana seperti rumah kebanyakan, tapi interiornya kita buat mewah dan menarik.” jelasnya.
“Iya, insyaa Allah. Doakan saja aku banyak rezeki nanti ya.” balas saya.
Percakapan di atas terjadi ketika kami berada di atas motor matik menyusuri jejalanan kota.
Kehebohannya tentang rumah tidak terjadi sekali-dua kali saja, pernah ketika saya sedang sibuk menulis-nulis sesuatu di blog, ia berseloroh lagi.
“Kalau kita nanti buat rumahnya model kotak itu bagus juga lho, Da.” terangnya dengan nada girang.
“Sebentar ya…” tahannya sembari mencari gambar rumah di media sosial yang kira-kira close enough dengan apa yang dibayangkannya.
“Kalau rumah kita dibuat dari kontainer-kontainer gitu kayaknya bagus juga deh.” selorohnya lagi. Saya hanya tersenyum dan mengulang jawaban yang sama “Doakan rezeki Uda lancar dan banyak ya, biar kita bisa bikin rumah”.
Bagi istri mengutarakan impiannya tentang rumah sudah cukup untuk membuatnya bahagia–sehingga ia mengutarakannya sesering yang ia suka. Tapi bagi seorang suami, selorohan-selorohan istri seperti itu tidak bisa dibawa lalu. Ia akan senantiasa menggelantung di pikiran dan kerap kali itu memusingkan–pusing karena harus memikirkan bagaimana cara mewujudkannya.
Beli atau bangun rumah di zaman sekarang ini tidaklah murah. Belum lagi “ujian” lainnya, seperti saat istri saya berkata “naik motor terus bikin pinggang sakit ya”.
“Ini yang mana harus didahulukan sih, rumah atau mobil dulu?!” jerit batin saya.
Berpikir untuk Ambil KPR Setelah Baca Artikel di MoneySmart
Jika dihitung-hitung harga kontan sebuah rumah, jumlahnya sudah pasti akan menguras rekening. Apalagi menimbang penghasilan bulanan saya yang pas-pasan. Jangankan untuk beli rumah, paling tidak separuhnya sudah habis karena istri minta jatah. Belum lagi, sebagai kakak tertua, saya harus ikut membantu biaya adik yang sedang kuliah.
Beli rumah? Ah, sudahlah.
“Sepertinya sulit” pikir saya.
Akhirnya saya berpikir, mengumpulkan uang hingga cukup untuk membeli rumah–secara kontan–memanglah sulit. Setidaknya butuh hampir lebih dari 5 tahun untuk mengumpulkan uang untuk membeli satu unit rumah tipe biasa secara kontan. Sementara untuk punya rumah, lebih cepat lebih baik, bukan?
Sebenarnya ada alternatif lain yaitu membeli rumah dengan sistem kredit. Banyak kok kredit kepemilikan rumah (KPR) yang bisa saya–dan mungkin juga pembaca–ambil.
Cuma masalahnya adalah banyak orang yang mengambil KPR berujung pada kredit yang macet, jadinya memang harus hati-hati merencanakan dan memilih KPR. Dengan keawaman saya tentang urusan KPR ini, beruntung ada sebuah artikel MoneySmart mengenai kiat memilih kredit rumah biar tidak tekor.
Agar hal “buruk” itu tidak terjadi, berikut 5 kiat dari #MoneySmartMenginspirasi yang benar-benar harus kita perhatikan sebelum mengambil KPR.
Pertama, tuntaskan semua utang yang ada saat ini
Faktanya memang utang itu bersifat melilit, makanya ada istilah “mati dililit utang”. Bila tidak pandai mengelola utang, bukan tidak mungkin ia dapat membunuh kita. Ngeri ya?
Dalam mengambil KPR pun, para pemberi kredit atau biasanya disebut kreditur akan menanyakan apakah kita masih memiliki utang yang perlu dilunasi. Jika masih ada, hal itu bisa mempengaruhi skor kredit kita dan bisa buat rencana kredit rumah jadi tertunda.
Jadi ya, kalau uang pas-pasan kayak saya ini, memang harus memilih antara hunian atau kendaraan. Karena tidak mungkin saya berutang atau mengambil kredit rumah dan mobil dalam waktu yang sama.
Lantas, mana yang saya pilih? Saya pilih hunian atau rumah. Sebaiknya kita harus mendahulukan yang kita butuhkan daripada yang kita inginkan, bukan? Lagipula, membeli atau membangun rumah itu mesti didahulukan karena harga rumah akan terus naik tiap tahunnya, belum lagi lahan yang semakin sempit dan alasan lainnya.
Untuk kendaraan mah, biar pakai motor saja dulu. Setidaknya kalau sudah punya rumah, istri saya akan belajar menahan diri untuk bercerita tentang rumah impiannya saat kami hangout entah kemana.
Kedua, menyiapkan dana darurat
Ketika kita memutuskan untuk mengambil KPR, bersamaan dengan pembayaran rutin kreditnya kita juga harus menabung uang untuk dana darurat atau jaga-jaga. Tak ada yang tahu apa yang terjadi di masa depan, bukan? Dengan adanya dana darurat, kita bisa mengatasi kondisi yang tidak terduga agar tidak memperburuk finansial kita.
MoneySmart memberikan gambaran tentang berapa banyak yang harus ditabung setiap bulan, yaitu sekitar 10-20 persen gaji dan dikumpulkan hingga mencapai 6-9 kali pengeluaran rutin tiap bulan. Untuk tabungan bisa di mana dan dengan model apa saja sih. Bisa dengan disimpan di bank atau dibelikan ke emas. Asalkan jangan disimpan di bawah kasur atau di bawah bantal. Itu rawan.
Ketiga, cermati besaran cicilan yang disodorkan kreditur
Semakin besar cicilan memang akan mempersingkat tenor atau jangka waktu kreditnya, hanya saja cicilan yang besar bisa menguras keuangan kita. Ketika kreditur menawarkan besaran cicilan tertentu, jangan langsung setuju. Paling tidak, ukurlah besaran cicilan itu dan jangan pilihlah yang berada di bawah 30 persen dari gajimu. Hal ini dilakukan demi menjaga stabilitas finansial di masa yang akan datang. Selain itu, besaran cicilan berubah jika suku bunga BI berubah lho.
Jadi ya memang harus hati-hati memilih besaran cicilan. Selain mengukur kemampuan diri sendiri, ada baiknya bertanya ke orang yang pernah atau sedang mengambil rumah KPR juga. Pengalaman mereka adalah pelajaran yang berharga.
Keempat, usahakan untuk membayar uang muka yang besar
Semakin besar uang muka atau down payment (DP) yang kita bayarkan, maka cicilan yang akan kita tanggung semakin kecil. Oleh karena itu usahakan untuk membayar DP sebesar mungkin–tentu setelah berbagai pertimbangan. Jika ada kreditur yang menawarkan kredit rumah dengan DP kecil, jangan langsung tergiur. Ketika kita menyetuji DP yang kecil itu berarti kita setuju membayar cicilan yang besar karena kita meminjam uang dari bank dengan plafon kredit yang cukup tinggi.
Jika sampai saat ini masih ragu-ragu mengambil KPR, tidak ada salahnya menabung terlebih dahulu sebanyak yang kita mampu. Jadi ketika hati sudah mantap, kita bisa membayar DP yang lebih besar.
Kelima, hati-hati dengan adanya biaya KPR
Sebagian besar dari kita hanya aware dengan DP dan cicilan, padahal biaya yang include dalam KPR tidak hanya itu lho. Biaya-biaya itu meliputi biaya notaris, administrasi, proses, asuransi dan sebagainya. Oleh karena itu, sangat baik jika kita meluangkan lebih banyak waktu untuk menanyakan secara detail kepada developer atau kreditur.
Setelah membaca tips-tips dari MoneySmart tersebut saya jadi merenung, jelas sekali membeli rumah dengan sistem KPR tidak sama dengan membeli kacang goreng. Harus ada pertimbangan agar kita bisa smart dalam mengelola uang kita.
Terus mungkin ada pertanyaan yang muncul di benak teman-teman pembaca: “KPR itu ada yang syariahnya gak, Bang?”
Oh ada kok. Saya sendiri dan mungkin juga Anda yang beragama Islam juga anti dengan riba. Untuk bahasan KPR syariah ini, MoneySmart punya artikel tersendiri. Saya kasih tautannya, teman-teman bisa baca tentang KPR Syariah di sini: https://www.moneysmart.id/bagusan-mana-antara-kpr-syariah-dan-kpr-bank-syariah/
Tak Suka dengan Kredit? Ada Kok Konsep Rumah Terjangkau yang Cocok Buat Kaum Muda
Sudah tak terhitung lagi berapa kali istri saya berseloroh tentang rumah impiannya. Meskipun ia bilang “Udahlah Da, gak usah terlalu dipikirin apa yang aku bilang”, saya juga tetap harus memikirkannya.
Selain berseloroh mengenai rumah dari kontainer, ia juga pernah pengen rumah semi permanen atau bahkan rumah kayu ketika kami berkunjung ke suatu tempat dan melihat rumah kayu yang cantik.
“Kalau bikin rumah kayu aja, kayaknya gak mahal kan, Da?” tanyanya.
“Mungkin, tapi tergantung kayunya juga sih.” balas saya.
Yah, selain memikirkan tentang kredit rumah, saya juga berpikir mengenai membangun rumah yang murah. Dan saya mengira membangun rumah paling murah pun paling tidak butuh Rp 100 juta–dengan memasukkan pertimbangan kelayakan huni. Tapi ternyata pas tengok-tengok web MoneySmart ada artikel yang menjelaskan bahwa ada rumah yang bisa dibangun hanya dengan Rp 50 juta. Wahh…
Rumah ini disebut sebagai Rumah Risha. “Risha” ini bukan nama developer atau orang apa gitu ya, tapi sebuah akronim dari “Rumah Instan Sederhana Sehat”.
Rumah yang dikembangkan dengan teknologi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini sangat cocok bagi mileneal atau kalangan dewasa muda yang ingin memiliki rumah namun belum memiliki budget yang banyak.
Seperti apa konsepnya sehingga bisa murah? Konsep Rumah Risha sangat sederhana yaitu sebagai berikut:
- Dibangun dengan konsep bongkar pasang sehingga tidak membutuhkan banyak bahan baku.
- Menggunakan beton instan. Struktur utamanya dari beton bertulang campuran pasir, semen dan kerikil. Sedangkan lantai dibuat dari material papan kayu.
- Disusun dengan 3 modul saja yang saling disambungkan. Rumah Risha bisa dikerjakan oleh 3 orang dalam waktu 24 jam saja.
- Punya standar SNI dan tahan gempa
- Bisa dibuat jadi dua lantai selama beban tidak melebihi 125 kilogram per meter persegi.
Dengan budget hanya sekitar 50 juta, kita bisa dapat rumah sederhana. Rumah Risha ini cocok bagi kaum mileneal yang ingin hidup mandiri. Bagi pasutri, rumah ini cocok untuk ditinggali berdua. Namun kalau sudah punya banyak anak–belum lagi kalau orang tua dan/atau mertua menginap, kita mutlak perlu rumah yang lebih besar.
Yuk Jadi Pintar dalam Finansial Bersama MoneySmart.id
Hakikatnya memang uang bukan segalanya, tapi di zaman sekarang ini segalanya membutuhkan uang. Memang ya uang ini sering bikin orang susah, oleh karena itu butuh kecerdasan dalam mengelolanya. Betapa banyak orang di luar sana, yang kalau kita lihat secara kasat mata, mereka tampak sukses secara finansial. Tapi kebenarannya siapa yang tahu? Utang yang mereka miliki dan segala macamnya.
Lebih lanjut, bila tidak piawai mengelola uang, ia bisa menjadi pangkal masalah dari banyak hal. Pertengkaran suami-istri. Peretakan hubungan persahabatan, dan sebagainya. Oleh karena itu setiap kita perlu pintar dalam urusan finansial. Ketika uang itu masih sedikit, kita belajar pintar untuk mencarinya (Earn Money). Ketika uang itu sudah kita miliki, kita belajar pintar untuk mengelolanya (Smart Money).
Nah, untuk menunjang kegiatan belajar pintar secara finansial, saya ataupun kamu bisa berkunjung ke web MoneySmart karena banyak tulisan seputar finansial di sana. Kamu bisa menemukan artikel bermanfaat dengan mudah karena desain website-nya yang user-friendly. Penasaran? Silakan intip sendiri di URL ini: https://www.moneysmart.id/. Yuk jadi pintar dalam finansial bersama #MoneySmartMenginspirasi.[]